Minggu, 30 Mei 2010

PENGEMBANGAN KOMPETENSI SDM KEPENDIDIKAN

Pengembangan SDM Berkualitas dalam Rangka Perwujudan Profesionalisme Guru di Era Kontemporer

Pendahuluan
Pendidikan dan guru adalah ibarat sekeping mata uang logam yang saling berkaitan satu sama lain. Kita bisa mengkajinya secara terpisah tapi harus melihatnya sebagai satu kesatuan. Sejarah pendidikan di berbagai negara telah memberikan bukti kuat bahwa kompetensi seorang guru begitu mempengaruhi terhadap output yang dihasilkan. Framework berfikir bahwa sentuhan psikologis yang dimiliki oleh seorang pendidik akan membawa efek positif yang mampu mempengaruhi seorang anak didik untuk mau belajar secara intensif dan memiliki rasa percaya diri dalam beadaptasi dengan teman-temannya.
Kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru adalah tidak lahir begitu saja, namun itu diperoleh dengan proses waktu yang lama dan penggemblengan yang intensif, seperti dari banyaknya referensi yang dibaca dan luasnya experience (pengalaman) yang dimiliki. Referensi dan experience itulah yang membawa seorang pendidik ke arah yang dimaksud yaitu menghadirkan lulusan-lulusan atau SDM yang siap berkompetisi baik ditingkat nasional dan internasional.

1. Profesionalisme Guru
Merencanakan suatu pendidikan masa depan yang baik adalah dengan membangun dan meningkatkan kualitas guru. Membangun dan meningkatkan kualitas guru artinya mengarahkan para guru pada profesionalitas yang diharapkan (actual profesionality). Pekerjaan seorang guru adalah sebuah profesi yang mulia, yaitu mulia disisi manusia dan mulia disisi Tuhan, karena guru mengemban amanah sesuai dengan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yaitu “…turut serta dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Menurut Endang Komara, (2006:1) guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Adapun pengertian profesi Mc Cully (dalam A.Tabrani Rusyan 1992:4) mengatakan “Profesi adalah a vocation an wich profesional knowledge of some departement a learning science is used in its application to the of other or in the practice of an art found it”. Sedangkan pengertian profesionalime, Freidson (dalam Syaiful Sagala, 2000:199) berpendapat bahwa, “profesionalisme adalah sebagai komitmen untuk ide-ide profesional dan karir”.
Dengan begitu dapat kita mengerti sebuah profesi pekerjaan untuk menjadi professional dituntut untuk mampu memiliki kualitas intelektual dan kemahiran yang sesuai dengan standar mutu yang disyahkan oleh lembaga yang bersangkutan, serta lebih jauh siap mempertanggungjawabkan pekerjaan tersebut dengan cara-cara yang professional pula. Sikap professional saat ini dikenal dengan istilah management professional, maka dengan begitu guru professional adalah seorang guru yang menerapkan konsep management professional dalam menjalankan aktivitas kehidupannya, begitu pula sebaliknya jika seorang guru tidak menerapkan konsep management professional maka artinya guru yang bersangkutan tidak professional.
Hubungan antara professional dan profesi dalam konteks pekerjaan Wina Sanjaya (2005:142-143): mengatakan :
1) Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah;
2) Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalm bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas;
3) Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya dengan demikian semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya;
4) Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap efek yang ditimbulkan dari pekerjaan profesinya. Sebagai suatu profesi, kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan.
Pekerjaan seorang guru adalah sebuah pekerjaan yang berprofesi khusus (special profesion) yaitu mendidik dan mengayomi seorang anak didik dari kondisi tidak mengerti atau kurang mengerti kearah yang lebih baik. Penegasa pekerjaan guru adalah sebuah pekerjaan yang khusus juga ditegaskan dalam UU Guru pasal 5 ayat (1) dikatakan bahwa profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip professional. Karena kita melihat pekerjaan seorang guru adalah sangat spesifik atau khusus maka untuk mendorong kearah spesialisasi yang lebih dalam adalah dengan mensertifikasikan para guru secara profesional.
Salah satu kebijakan pemerintah dalam hal ini Departement Pendidikan untuk meningkatkan dan menerapkan suatu management profesional bagi para guru di Indonesia adalah dengan mengharuskan para guru memiliki dan mengikuti sertifikasi guru. Dalam pasal 1 butir (11) UUGD (Undang-undang Guru dan Dosen) disebutkan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen.
Tentunya bagi seorang guru yang menginginkan terjadinya peningkatan kompetensi akdemik akan mempersiapkan diri secara utuh untuk memperoleh sertifikasi tersebut. Dalam salinan pada lampiran peranturan menteri pendidikan nasional nomor 27 tahun 2008 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor dijelaskan bahwa kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi:
(a) memahami secara mendalam konseli yang dilayani,
(b) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling,
(c) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan
(d) mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan.
Didepan anak didiknya seorang guru terposisikan dirinya sebagai key person (pemegang kunci). Menurut Hasibuan (1986:41-42) sebagai key person guru harus melaksanakan perilaku-perilaku mengenai:
(1) kejelasan dalam menyampaikan informasi secara verbal maupun non verbal,
(2) kemampuan guru dalam membuat variasi tugas dan tingkah lakunya,
(3) sifat hangat dan antusias guru dalam berkomunikasi,
(4) perilaku guru yang berorientasi pada tugasnya saja tanpa merancukan dengan hal-hal yang bukan merupakan tugas keguruannya,
(5) kesalahan guru dalam menggunakan gagasan-gagasan yang dikemukakan siswa dan pengarahan umum secara tidak langsung,
(6) perilku guru yang berkaitan dengan pemberian kesempatan kepada siswanya dalam mempelajari tugas yang ditentukan,
(7) perilaku guru dalam memberikan komentar-komentar yang terstruktur,
(8) perilaku guru dalam menghindari kritik yang bersifat negatif terhadap siswa,
(9) perilaku guru dalam membuat variasi keterampilan bertanya,
(10) kemampuan guru dalam menentukan tingkat kesulitan pengajarannya, dan
(11) kemampuan guru mengalokasikan waktu mengajarnya sesuai dengan alokasi waktu-waktu dalam perencanaan satuan pelajaran.
Untuk mewujudkan seorang guru yang professional kita harus mengarahkan seorang guru ke arah kompetensi. Adapun pengertian kompetensi Lefrancois (1995:5) berpendapat “kompetensi merupakan kapasitas untuk melakukan sesuatu yang dihasilkan dari proses belajar.” Dalam mewujudkan seorang individu yang berkompetensi maka individu yang bersangkutan harus memiliki sifat aktif atau dinamis dalam mengembangkan keterampilan yang dimilikinya. Ini sebagaimana dikatakan oleh Richard N. Cowell (1988:95-96) bahwa kompetensi dilihat sebagai suatu keterampilan/kemahiran yang bersifat aktif.
Lebih tegas Cowell (1988:101) mengatakan bahwa kompetensi dikategorikan mulai dari tingkat sederhana atau dasar hingga lebih sulit atau kompleks yang pada gilirannya akan berhubungan dengan proses penyusunan bahan atau pengalaman belajar, yang lazimnya terdiri dari:
(a) penguasan minimal kompetensi dasar,
(b) praktik kompetensi dasar, dan
(c) penambahan penyempurnaan atau pengembangan terhadap kompetensi atau keterampilan.
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 28 dijelaskan bahwa : Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Menurut Adlan (2000:23) kompetensi seorang guru dibagi dalam tiga bagian yaitu:
a. Kompetensi kognitif, yaitu kemampuan dalam bidang intelektual, seperti pengetahuan tentang belajar mengajar, dan tingkah laku individu,
b. Kompetensi afektif, yaitu kesiapan dan kemampuan guru dalam berbagai hal yang berkaitan dengan tugas profesinya, seperti menghargai pekerjaannya, mencintai mata pelajaran yang dibinanya, dan
c. Kompetensi perilaku, yaitu kemampuan dalam berperilaku, seperti membimbing dan menilai.
Adapun menurut Nana Sudjana (1989:17) bahwa ada empat kompetensi guru:
(a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia,
(b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya,
(c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi yang dibinanya, dan
(d) mempunyai keterampilan teknik mengajar.
Sehingga berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa guru yang professional adalah seorang guru yang memiliki nilai-nilai kompetensi yang sesuai dengan yang digariskan dalam kaidah-kaidah dan peraturan yang menyangkut dengan sertifikasi guru tersebut. Ini sebagaimana dijabarkan oleh Nanang Fatah (2004:78) mengenai guru yang professional adalah:
(1) Mampu menguasai substansi mata pelajaran secara sistematis, khususnya materi pelajaran yang secara khusus diajarkannya. Disamping itu ia juga dituntut untuk berupaya mengikuti perkembangan materi pelajaran tersebut dari waktu ke waktu.
(2) Memahami dan dapat menerapkan psikologi perkembangan sehingga seorang guru dapat memilih materi pelajaran berdasarkan tingkat kesukaran sesuai dengan masa perkembangan peserta didik yang diajarkan.
(3) Memiliki kemampuan mengembangkan program-program pendidikan yang secara khusus disusun sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang akan diajarnya. Program pendidikan ini dikembangkan sesuai dengan tujuan pendidikan dengan mengkombinasikan antara pilihan materi pelajaran, tingkat perkembangan peserta didik. Keahlian dalam mengembangkan program pengajaran inilah yang bisa kita identifikasikan sebagai pekerjaan profesional seorang guru yang tidak bisa dilakukan oleh profesi lain.
Kebijakan memiliki guru yang berprofesi secara professional adalah merupakan sebuah langkah modern guna menghasilkan out put atau lulusan yang memiliki kompetensi tinggi. Karena kita harus melihat sebuah sinergi kuat yang saling mendukung dalam mewujudkan dunia pendidikan yang berkapasitas tinggi adalah dengan mengawalinya pada guru yang professional.

2. Pengembangan SDM dan Sertifikasi Guru
Mewujudkan para guru memiliki sertifikasi dalam bidangnya adalah sebuah langkah maju guna memajukan dunia pendidikan di tanah air. Kepemilikan sumber daya manusia (SDM) yang maksimal memungkinkan para guru untuk menjadi professional dalam bidangnya. Sehingga sangat penting bagi pemerintah menegaskan apa dan bagaimana sumberdaya pendidik itu akan dimiliki oleh sebuah lembaga pendidikan atau dalam dalam kata lain seperti apa sertifikasi bagi para guru itu akan kita tawarkan.
Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan pada pasal 1 ayat 1 dijelaskan sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dalam jabatan. Dimana lebih tegas pada pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa:
1. Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik.
2. Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.
3. Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
a. kualifikasi akademik;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. pengalaman mengajar;
d. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
e. penilaian dari atasan dan pengawas;
f. prestasi akademik;
g. karya pengembangan profesi;
h. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
j. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
4. Guru dalam jabatan yang lulus penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mendapat sertifikat pendidik.
5. Guru dalam jabatan yang tidak lulus penilaian portofolio dapat:
a. melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi dokumen portofolio agar mencapai nilai lulus; atau
b. mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan ujian;
6. Ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
7. Guru dalam jabatan yang lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b mendapat sertifikat pendidik.
8. Guru dalam jabatan yang belum lulus pendidikan dan pelatihan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diberi kesempatan untuk mengulang ujian materi pendidikan dan pelatihan yang belum lulus.

Ujian sertifikasi yang diberikan kepada para guru adalah memiliki bebagai efek positif bagi pendidikan di Indonesia, yaitu:
(a) Memfungsikan para guru sebagai pengontrol mutu pendidikan di lembaga pendidikan
(b) Memposisikan diri guru menjadi jauh lebih terhormat dan mulia
(c) Menjauhkan profesi guru dari praktik-praktik yang bersifat tidak sehat dan mencemarkan nama baik guru
(d) Mensistematiskan peningkatan kualitas pendidikan di tanah air karena telah memprogramkan peningkatan kualitas guru secara terprogram
(e) Menghasilkan guru sesuai dengan kompetensi dan keahlian yang dimilikinya
(f) Memberikan rasa percaya diri dikalangan para guru untuk tampil sebagai pendidik dan pemikir bagi pengembangan dunia pendidikan di tanah air
(g) Menghasilkan guru yang professional pada bidangnya

3. Profesionalisme dan Kompensasi bagi Guru
Mantan Menteri Pendidikan Nasional Wardiman Djoyonegoro dalam salah satu wawancaranya dengan Televisi Pendidikan (TPI) tanggal 16 Agustus 2004, menyebutkan bahwa untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam pembangunan pendidikan sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang perlu mendapat perhatian, yakni:
(a) sarana gedung,
(b) buku yang berkualitas,
(c) guru dan tenaga kependidikan yang profesional.
Namun jika kita kaji secara lebih seksama bahwa penciptaan guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi memiliki hubungan kuat dengan kompensasi, karena kompensasi adalah bahagian dari bentuk penghargaan secara profesional. Adapun pengertian dari kompensasi Rohmat (2007:3) menjelaskan bahwa “kompensasi juga dapat diartikan sebagai penghargaan, tidak hanya sekadar pemberian upah atau gaji akibat dari konsekuensi menjadi tenaga pendidikan atau karyawan dari sebuah organisasi pendidikan. Dan lebih jauh Martoyo (2000:46, dalam Rahmat, 2007:2) mengatakan bahwa kompensasi bagi organisasi pendidikan berarti penghargaan pada para guru atau karyawan yang telah member kontribusi dalam mewujudkan tujuannya melalui kegiatan yang disebut mengajar atau bekerja.
Pemberian kompensasi memiliki pengaruh besar pada usaha untuk membangkitkan motivasi para guru guna meningkatkan profesionalitas mereka. Sehingga yang perlu dipahami seperti apa kompensasi tersebut akan diberikan atau bagaimana bentuk kompensasi tersebut harus diterima oleh para guru.
Bentuk pemberian kompensasi dapat berbentuk kompensasi langusng dan kompensasi tidak langsung. Griffin,W.R & Moorhead (1986:446) mengatakan penghargaan atau ganjaran sebagai kompensasi dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Kompensasi langsung
Kompensasi langsung adalah ganjaran atau penghargaan yang disebut gaji/upah yang dibayar secara tetap, berdasarkan tenggang waktu yang tetap. Sejalan dengan pengertian tersebut, upah atau gaji diartikan juga sebagai pembayaran dalam bentuk tunai atau berupa natura yang diperoleh tenaga pendidikan atau karyawan untuk melaksanakan dalam melakukan proses belajar-mengajar. Kompensasi langsung disebut juga upah dasar yakni upah atau gaji tetap yang diterima pekerja/tenaga pendidikan/karyawan dalam bentuk upah bulan (salary) atau upah mingguan.
2) Kompensasi tidak langsung
Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan atau manfaat lainnya bagi para tenaga pendidikan atau karyawan di luar gaji atau upah tetap, dapat berupa uang atau barang, missal THR. Dengan kata lain, kompensasi tidak langsung adalah program pemberian penghargaan atau ganjaran dengan variasi yang luas, dapat pula berupa pemberian jaminan kesehatan, liburan, cuti, dan lain-lain.
Secara lebih dalam Gehman (1985:21) mengatakan mengenai tipe-tipe kompensasi yaitu adalah terdiri dari uang, benefit, penghasilan tambahan, dan hadiah. Dengan diberikannya kompensasi tersebut berdasarkan mekanismenya diharapkan penghargaan terhadap jerih payah para guru dalam mengembangkan lembaga pendidikan yang berkualitas untuk menghasilkan para output yang mampu berkompetisi di pasar akan terwujud. Karena bagaimanapun kita harus bisa menyimpulkan bahwa kompensasi yang pantas adalah bentuk wujud kuat dari kepedulian kita dalam menghargai semangat dan keikhlasan para guru dalam ikut turut serta mencerdaskan generasi bangsa.
Dari penjelasan diatas kita dapat memahami secara jelas bahwa peningkatan mutu guru kearah yang lebih professional sangat dipengaruhi kelayakan kompensasi (feasible compensation) yang di terimanya. Sehingga dengan perolehan kompensasi secara layak tersebut diharapkan tidak akan ada lagi muncul permasalahan dikalangan para guru tentang minim atau tidak tercukupinya gaji yang diterima.

4. Profesionalime Guru dan Globalisasi
Dalam era kontemporer guru memiliki peranan penting untuk mewujudkan cita-cita pembangunan. Dalam amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perundangan itu mengamanatkan pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) (Kompas, 9/4/2009, hal 12). SBI disini adalah sekolah bertaraf internasional.
Mewujudkan sebuah sekolah yang bertaraf internasional adalah bukan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan, dimana dibutuhkan berbagai fasilitas yang mendukung baik sarana dan prasarana, terutama hadirnya peran guru secara professional dalam proses belajar dan mengajar. Menurut Emil Rosmali (2005:1) bahwa peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
a. Demonstrator
b. Manajer/pengelola kelas
c. Mediator/fasilitator
d. Evaluator
Empat peran tersebut adalah tidak bisa dipisahkan dari posisi seorang guru dalam megawal pendidikan bangsa. Pertama Sebagai demonstrator bertugas untuk mendorong kondisi belajar dan mengajar berjalan secara penuh motivasi, baik dalam kondisi suram maupun susah. Kedua Sebagai manajer/pengelola kelas berkewajiban untuk menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam berbagai kondisi dan situasi yang terjadi di sekolah. Ketiga sebagai mediator/falitator adalah berfungsi menegahi berbagai persoalan yang terjadi dan menghambat jalannya pendidikan baik antara pihak sekolah dan orang tua murid atau juga antara orang tua murid dan pemerintah, sehingga fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan yang steril dan jauh dari praktik-praktik politik dan intervensi dari berbagai pihak yang tidak berkepentingan adalah tidak akan terjadi. Keempat sebagai evaluator adalah bertugas melakukan evaluasi atas berbagai tindakan belajar mengajar yang telah dilaksanakan selama ini.
Pendidikan begitu memegang peran penting dalam era globalisasi ini. Anthony Giddens dalam bukunya yang berjudul “The Global Third Way Debate” mengatakan bahwa kemakmuran ekonomi jangka panjang suatu bangsa berkaitan dengan kemampuannya dalam kapasitas inovasi, pendidikan, dan riset (seperti yang ditunjukkan oleh Jepang, China, dan Korea Selatan). Pemikiran Giddens adalah sangat relevan jika kita melihat kondisi pendidikan Indonesia saat ini yang mengalami penurunan.
Menurut hasil survei The Political and Economic Risk Consultantcy (PERC) Hongkong menempatkan mutu pendidikan di Indonesia lebih rendah dibandingkan Vietnam dari 12 negara yang disurvei. Laporan studi Bank Dunia menyatakan bahwa hasil tes membaca murid kelas IV SD di Indonesia menempati peringkat terendah di Asia Timur. Hasil The Third International Mathematic and Science Study-Repeat menunjukkan prestasi belajar siswa kelas II SLTP di Indonesia berada di urutan ke 32 untuk IPA dan ke 34 untuk Matematika dari 38 negara peserta studi (Rohmat, 2007:6). Penurunan kualitas pendidikan Indonesia juga di tegaskan oleh Laporan Bank Dunia (1999), bahwa salah satu penyebab makin menurunnya mutu pendidikan (persekolahan) di Indonesia adalah “kurang profesionalnya” para kepala sekolah sebagai manajer pendidikan di tingkat lapangan (Hujair, 2003:226).
Salah satu faktor menurunya kualitas SDM kita karena pendidikan kita masih belum memanfaatkan secara maksimal penggunaan teknologi informasi sebagai bahagian peningkatan kualitas dunia pendidikan secara global. Pendidikan dan teknologi adalah dua sisi yang memiliki keterkaitan kuat dalam mendorong percepatan kemajuan sosial capital suatu bangsa. Dan guru sebagai pendidik adalah sosok guru yang memahami dengan baik apa yang harus dilakukan pada era globalisasi sekarang ini. Sistem pendidikan konvensional tidak lagi bisa diterapkan secara maksimal, electronic learning atau yang biasa dikenal dengan e-learning adalah lahir sebagai bentuk tuntutan zaman dalam dunia pendidikan. Informasi dengan internet memberi kita manfaat secara cepat untuk mengetahui apa dan bagaimana teknik metode pembelajaran yang diterapkan di berbagai negara untuk kita jadikan studi banding secara cepat merekontruksi sistem pembelajaran dalam pendidikan kita.
Muhammad Fachri (2007:4) menyatakan bahwa materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learner) diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka.
Dengan demikian, secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa pembelajaran elektronik (e-Learning) merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (Internet, LAN, WAN) sebagai metode penyampaian, interaksi, dan fasilitasi serta didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar lainnya (Brown, 2000; Feasey, 2001, dalam Muhammad Fachri, 2007:3-4).
Dengan dipakainya sistem e-learning dalam dunia pendidikan maka mengharuskan para guru untuk mampu menguasai teknologi e-learning secara maksimal. Kompetensi penguasaan teknologi yang baik dari para pendidik akan mempengaruhi kecakapan yang dimiliki oleh para peserta didik tersebut. Sehingga para pendidik diharapkan mau meningkatkan kualitas didikannya secara baik, sistematis dan suistenability (berkelanjutan) terutama melibatkan diri secara intensif untuk mempelajari e-learning secara maksimal, sebagai bentuk tuntutan kebutuhan dalam era globalisasi yang berlangsung secara cepat.

5. Simpulan dan Saran
a. Simpulan
Profesionalime seorang pendidik memiliki hubungan erat pada setiap lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut. Setiap anak didik memiliki bakat dan keahliannya masing-masing dan sudah menjadi kewajiban bagi seorang guru dengan segala kompetensi dan kemampuan SDM yang dimilikinya mengarahkan dan membimbing anak didik tersebut sesuai dengan yang dicita-citakanya.
Dengan diterapkannya ujian sertifikasi bagi guru sebagai syarat kearah profesionalisme juga diikuti dengan naiknya kompensasi yang akan diterima serta janji dari pemerintah menaikkan gaji guru dan dosen adalah bukan kenyataan terhadap bentuk kepedulian pemerintah dalam membangun dunia pendidikan nasional.
Kondisi kontemporer, mengharuskan para guru memiliki kompetensi dalam penguasaan teknologi informasi secara baik agar system pembelajaran e-learning memungkinkan diterapkan secara baik dan professional. Karena untuk mengejar ketertinggalan pendidikan dengan Negara lain para guru memiliki posisi penting atau kunci penentu (key person) dalam mewujudkan pendidikan yang berwawasan global dan berbudaya Indonesia.

b. Saran
Diharapkan bagi pemerintah memberi kemudahan birokrasi bagi para guru yang akan mengikuti ujian sertifikasi guru sebagai bentuk perhatian kuat dalam mendukung pendidikan Indonesia yang berkompetitif, sehingga dengan begitu diharapkan peringkat pendidikan Indonesia akan mengalami kenaikan pada tahun-tahun selanjutnya.
Para guru dalam usaha mewujudkan sisi profesionalitas dalam pekerjaannya diharuskan melakukan pengayaan secara intensif dengan cara membangun motivasi tinggi dalam belajar dan mengajar. Termasuk turut mengembangkan pemahaman dalam bidang e-learning sebagai bentuk kepedulian dalam memahami permintaan pendidikan di tingkat global.
Masyarakat, pemerintah, swasta, pemilik/pengelola sekolah serta para guru sebagai stakeholder dunia pendidikan membangun sikap yang sinergis dalam memikirkan secara intens, apa usaha-usaha yang harus dilakukan dalam mengembangkan dan mengarahkan suatu lembaga pendidikan kearah yang lebih profesionalitas.

6. Daftar Pustaka
Aidin Adlan. 2000. Hubungan Sikap Guru Terhadap Matematika dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja. Matahari No.1.
Direktorat P2TK dan KPT, Ditjen Dikti, Depdiknas R.I. 2004. Standar Kompetensi Guru Pemula PGSMK. Jakarta.
Emil Rosmali, 2005, Tugas dan Peran Guru, [http://alfurqon.or.id/index.php? option=com_content&task=view&id=58&Itemid=110].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar